Kamis, 01 Juli 2010

Public Relations Ala Wimar Witoelar (Grasindo, Juli 2010)

Tak pernah terbersit sedikit pun saya menulis buku mengenai Public Relations (PR). Maaf, selama saya menjadi jurnalis sebuah media massa dulu, sempat punya pengalaman agak kurang asyik dengan sejumlah PR. Bahkan dulu saya meng-generalisir PR itu sama saja: mau berteman dengan jurnalis karena ada maksud terselubung. Bemulut manis dan senyum palsu demi kepentingan bisnis.



Perlahan memang anggapan itu pudar, saat saya menggantungkan kartu pers saya, ternyata ada beberapa teman PR yang masih menganggap saya teman, walau masih ada sedikit kecurigaan (ehm!).
Makin pudar, dan makin percaya bahwa ada PR yang bisa bekerja secara professional tanpa harus pasang senyum palsu, setelah kenal lebih dekat dengan Wimar Witoelar, yang saya sudah kenal lama sosoknya dan baru sadar bahwa dia adalah PR! WW, demikian Wimar disapa akrab, adalah chairman dari InterMatrix, sebuah PR Agency yang ia dirikan bukan dengan prinsip bisnis semata, melainkan niat untuk membela good guys, orang-orang baik yang kadang oleh publik disalahartikan.


Dari diskusi di kantor mereka yang mungil namun hangat, juga komunikasi intens di Internet, saya makin paham siapa WW dan teman-teman InterMatrix ini. Dari sinilah buku “Public Relations Ala Wimar” lahir, sebuah buku yang mengulas seperti apa sesungguhnya PR yang inovatif itu bekerja. Bukan PR yang “membeli” jurnalis dengan senyum palsu, doorprize, bahkan amplop berisi uang, bukan pula. PR yang menghalalkan segala cara demi target tercapai, membela klien secara membabibuta tanpa pandang bulu, bukan PR yang tak mampu membedakan mana good guy dan bad guy. PR yang seperti apa? PR yang inovatif, berani membela yang benar, tidak gaptek, tidak menganggap jurnalis hanya pasukan manusia yang layak diberi doorprize dan amplop. 


Sebuah kebanggaan dimana saya bisa duduk dengan akrab, berdiskusi lancar mengenai dunia yang sempat saya pandang sebelah mata, dengan tokoh idola saya, WW. Tokoh yang sejak kecil saya kagumi karena kemampuannya tampil di layar TV dengan bahasa lugas, kadang lucu, menyentil, namun tetap cerdas. Dan sampai hari ini saat saya dewasa, sosok WW masih tetap lugas, lucu, cerdas, bahkan makin tajam. Sosok yang membuktikan bahwa usia bukan alasan untuk tidak ber-Koprol-ria, ber-Twitter dan ber-Facebook-ria. 


Sosok yang masih sulit dicari penerusnya hingga hari ini.


Barangkali kamu ingin jadi penerus WW? Bisa coba mengintip resep rahasianya di buku ini.


Buku yang saya tulis dengan bahasa popular ini layak bagi semua orang yang ingin tahu lebih dalam dunia PR, jurnalistik, dan media relation. 


PS: Thanks buat semua teman di InterMatrix, terutama Dewi Noviana. Juga buat Asri Angki yang membuat desain layout sangat apik dan penuh kesabaran.

2 komentar: