Kamis, 08 Juli 2010

Melindungi Anak dari Seks Bebas (Grasindo, Juli 2010)


Buku ini saya tulis bukan akibat dari latah heboh beredarnya video porno mirip artis belum lama ini. Naskahnya sudah selesai sejak 2 bulanan lalu, menunggu antrean di-layout dan dicetak. Tahu-tahu editor saya menelepon, mengatakan bahwa saya harus meng-update sedikit bagian naskah agar sesuai dengan heboh video porno. Dan simsalabim, dalam hitungan hari buku itu pun dicetak. Tadi baru dikabari lagi buku ini sudah turun cetak, siap didistribusikan ke seluruh toko buku.




Heboh tersebarnya rekaman video adegan panas mirip artis belum lama ini seolah menyentakkan masyarakat bahwa arus informasi saat ini sudah sulit dibendung. Cukup dengan pergi ke warnet, atau berbagi info di ponsel, maka anak dan remaja sudah bisa asyik masuk ikut menikmati adegan intim itu. Tayangan berita di TV yang sekilas memperlihatkan potongan adegan itu pun sudah bikin banyak pihak “kebakaran jenggot”. 


Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sampai melarang TV menayangkan potongan adegan itu.  Bahkan kepolisian dan sekolah ikut turun tangan lakukan razia ponsel di sekolah, demi mencegah teraksesnya adegan tak senonoh tersebut. Namun, apakah itu langkah yang efektif? Adakah jaminan dengan bahwa razia atau larangan penayangan potongan adegan panas di TV dapat membuat anak-anak dan remaja tak lagi berusaha untuk mengaksesnya? 


Anak dan remaja, berada dalam periode dimana seorang manusia memiliki rasa ingin tahu sangat tinggi, penasaran, merasa tertantang jika dilarang atau dibatasi. Mereka bukan orang dewasa yang sudah paham risiko dan konsekuensi atas tindakannya. Makin mereka dilarang, bisa jadi makin menjadi, walau memang hal itu tidak berlaku mutlak pada semua individu. Namun itulah mereka. 


Lantas, jika tindakan melarang atau membatasi tak cukup, apa yang harus dilakukan orang tua dan masyarakat sekitar? Buku ini coba mengupas pertanyaan tersebut.
Dilengkapi sejumlah testimoni contoh kasus, tips melindungi anak dari predator seks, baik di dunia maya maupun nyata, sampai ke pembekalan agar anak tak mudah terlena bujuk rayu mereka.

Disampaikan dalam bahasa populer yang mudah dipahami, buku ini saya tujukan bagi siapa saja yang peduli pada masa depan generasi kita. Sebab seks bebas yang seolah masalah sepele itu mampu memicu hamil di luar nikah, pernikahan dini, yang membuat tertundanya atau bahkan hilangnya kesempatan anak mewujudkan cita-citanya. Bahkan intaian penyakit kelamin dan HIV/AIDS bisa berujung pada kematian.

Semoga buku ini dapat menjauhkan anak-anak kita dari itu semua.

1 komentar:

  1. Menjamurnya lokalisasi, warung remang-remang, hotel “short time” atau losmen “esek-esek”, salon plus plus, panti pijat plus, sauna plus, karaoke plus plus, atau diskotek dengan layanan khusus/VIP, setidaknya bisa dijadikan cermin perilaku (seks) masyarakat kita. Layaknya hukum dagang yang mengacu pada permintaan dan penawaran, demikian juga yang terjadi dalam layanan plus-plus. Tingginya jumlah pria hidung belang, maka menjamur pula wanita jalang pemburu uang.

    “Industri” seks pun merambah berbagai profesi: kapster, SPG, conter girl, sales marketing, hostes, caddy, bartender, waitress restoran, scoregirl, sekretaris, fotomodel, peragawati, artis, mahasiswi hingga siswi, siap menjadi gadis-gadis order, yang siap “dibawa” para “kumbang”.

    Terjunnya mereka di dunia seks komersial umumnya dilatarbelakangi ekonomi, meski ada juga yang awalnya yang “terlanjur” karena pernah jadi korban “lelaki”. Bahkan, faktanya dalam hal melacurkan diri ini, kini bukan hanya persoalan perut, bukan soal “menafkahi” keluarga, namun sudah perkara memenuhi gaya hidup. Hedonisme menjadikan mereka memburu kesenangan belaka. Asal bisa gonta ganti hp dan kendaraan, membeli busana bermerek dan aksesori mahal, mereka rela mengorbankan kehormatan diri atau menjadi simpanan bos-bos dan om-om.

    Tuturan di atas baru sebatas “jual beli”. Yang melakukan seks atas dasar suka sama suka, sex just for fun, atau sekadar mencari kepuasan pribadi, tentunya lebih banyak. Remaja/wanita hamil di luar nikah ada di kanan kiri kita, perselingkuhan sudah sering kita dengar, video mesum juga sudah bukan berita heboh lagi. Masyarakat seakan sudah abai atau malah justru permisif. Jika dahulu orang tua seperti dicoreng aibnya ketika anak perempuannya hamil di luar nikah, sekarang banyak orang tua yang justru bersikap biasa saja, bahkan cuek.

    Pacaran zaman sekarang juga jauh lebih “canggih”, karena remaja sekarang lebih paham tentang hal-hal yang terkait reproduksi, bahkan paham bagaimana menghindari cara dan waktu berhubungan seks yang berpotensi kehamilan.

    Tak berhenti hingga di sini. Seks bebas juga berkembang menjadi perilaku seks menyimpang: pesta seks, arisan seks, private party, incest (hubungan seks sedarah), hingga homoseksual. Lebih ironis, komunitas “maho” (manusia homo) berkedok demokrasi seks malah melembaga di negeri ini, mewujud dalam organisasi GAYa NUSANTARA.

    Padahal, yang namanya kasus-kasus menyimpang soal seks seperti fenomena gunung es; di permukaan saja sudah memiriskan hati, apalagi yang tidak tampak. Perkembangan teknologi (TV, internet, HP, dsb) yang mengekspos budaya mempertontonkan aurat menjadi sarana “ampuh” dalam menimbun hasrat seksual para remaja. Alih-alih disalurkan pada tempatnya (baca: menikah), yang terjadi, kejahatan seksual seperti pemerkosaan dan sodomi, malah merebak di mana-mana.

    Sistem pendidikan yang menempatkan agama sebagai suplemen, menjadikan anak bangsa ini miskin ilmu dan iman. Hal ini juga didukung dengan lemahnya pengawasan orang tua dan minimnya amar ma’ruf nahi mungkar.

    Ironi memang sedemikian bebasnya seks bebas di negeri yang mayoritas muslim ini. Bagi orang tua yang membiarkan putrinya bebas bergaul dengan laki-laki, bagi “ustadz-ustadz cinta” yang menghalalkan pacaran, bagi “dai-dai gaul” yang diam seribu bahasa dengan maraknya perzinaan di negeri ini, sadarlah, seks bebas mengepung kita!

    Komentar:

    Hendaklah kita bertaqwa kepada Allah, kemudian membentengi diri dan keluarga kita dari perbuatan keji dan mungkar. Ya Allah jauhkanlah kami dan keluarga kami dari perbuatan keji dan mungkar, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.

    BalasHapus